Ayah Menggelitik Anak | Photo credit: Adobe.com
Sebagian orangtua suka sekali menggelitik si kecil agar mereka tertawa terbahak-bahak. Tawa si kecil terlihat sangat lucu dan menyenangkan untuk dilihat.
Akan tetapi, menggelitik anak merupakan kebiasaan tidak baik yang bisa berdampak buruk. Membuat anak sampai tertawa sangat geli seperti itu tidaklah dianjurkan.
Saat anak tertawa, bukan berarti dirinya senang saat digelitik. Anak merasa geli sehingga tidak bisa berhenti tertawa.
Peneliti menjelaskan bahwa menggelitik tidak membuat perasaan bahagia yang sama seperti saat anak menertawakan lelucon lucu.
Bahkan, bisa saja menggelitik membuat anak merasa tidak nyaman dan marah, walaupun anak saat itu tertawa karena tidak dapat menahan rasa geli.
Menggelitik bisa membuat tertawa anak menjadi tidak terkendali (anak kesulitan berhenti tertawa), ini bisa berdampak buruk pada pernapasan anak, bahkan anak dapat beresiko mengalami sesak napas.
Hanya karena anak tertawa tidak berarti dia menikmati gelitikan itu. Seseorang akan tertawa saat digelitik sebagai respons otomatis, ini mirip seperti bersin.
Saat tubuh digelitik, tubuh akan bereaksi dengan tertawa secara refleks walaupun itu bukan hal yang menyenangkan.
Pada sudut pandang seorang anak, gelitik yang tidak diinginkan memunculkan pemikiran bahwa orang dewasa boleh seenaknya melakukan sesuatu pada tubuhnya, sekalipun itu tidak diinginkannya.
Padahal anak sejatinya sejak kecil harus diajarkan bahwa tidak ada orang lain yang boleh menyentuh tubuhnya tanpa izin.
Anak-anak, terutama yang geli, tidak bisa berhenti tertawa ketika digelitik, bahkan jika dia benar-benar membencinya. Tawa “refleksif” ini memberi orang tua ilusi bahwa anak terlihat senang padahal sebenarnya tidak.
Bisa Menyebabkan Anak Tidak Percaya Diri
Ilmuwan menjelaskan bahwa menggelitik bisa menjadi bentuk dominasi, lalu reaksi tawa dari anak merupakan bentuk kepatuhan.
Jika hal ini terus-menerus terjadi akan tertanam dalam pikiran anak bahwa dirinya harus selalu menurut terhadap dominasi seseorang yang dilihatnya lebih dominan.
Dampaknya dalam jangka panjang adalah anak menjadi tidak percaya diri, serta anak tidak tahu cara menunjukkan dominasinya.
Menggelitik bisa menyebabkan masalah kepercayaan diri nantinya.
Seorang ahli parenting mengakatakan bahwa anak yang mengalami pengalaman buruk berupa digelitik dengan frekuensi cukup sering beresiko memiliki masalah (gangguan) emosional di masa depan, bahkan hingga masa dewasanya.
Sebagian orang telah mengungkapkan masa kecilnya yang sering digelitik, mereka menyebutkan sebagai pengalaman yang menyakitkan.
Dengan begitu, dampak buruk menggelitik berupa bahaya secara fisik maupun psikis. Bahkan sebagian orang mengaku trauma karena sering digelitik. Dimana mereka tidak dapat bersantai saat orang lain berada dekat dengan mereka, ada pikiran merasa tidak aman, bahkan bisa merasa sangat khawatir saat mendapat sentuhan dari orang-orang terdekat.
Menggelitik Sebagai Bentuk Penyiksaan
Faktanya menggelitik adalah salah satu metode penyiksaan di masa lampau, ini terjadi selama masa kekuasaan Dinasti Han di Tiongkok.
Menggelitik adalah cara menyiksa kaum bangsawan pada saat itu. Jenis penyiksaan itu dipilih karena tidak meninggalkan bekas luka.
Bentuk penyiksaan Romawi kuno yaitu mencelupkan kaki para tahanan ke dalam garam, kemudian didatangkan kambing yang akan menjilatnya.
Hal ini juga pernah terjadi di Jepang, disana muncul istilah kusuguri-zeme yang artinya “gelitik tanpa ampun”.
Ketika orangtua menggelitik anak, niatnya baik yaitu ingin bersenang – senang. Tapi menggelitik seorang anak cukup lama dan tawanya berubah menjadi tangis. Pada titik ini, gelitik melewati batas dari kesenangan menjadi semacam penyiksaan.
Ilmuwan mempelajari 150 orang dewasa yang pernah dilecehkan oleh saudara mereka saat masa anak-anak. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa menggelitik termasuk jenis pelecehan fisik.