Era milenial berbeda dengan era-era sebelumnya, dimana pada era ini dikenal sebagai masa serba kebebasan dan orang-orangnya cenderung ingin serba instan. Hal mencolok yang terlihat pada era ini, yaitu banyaknya orang yang sibuk sendiri dengan gadgetnya masing-masing, sehingga lebih jarang bersosialisasi (mengobrol langsung) dengan orang-orang di sekitarnya. Hal ini kontras dengan era sebelumnya yang di tempat umum sering terlihat orang saling mengobrol dengan orang asing lainnya.
Adapun karena sekarang orang terlalu sibuk dengan gadgetnya, maka lebih jarang terlihat orang-orang yang saling mengobrol di tempat umum. Ingin mengobrol pun terasa sungkan karena orang yang ingin diajak ngobrol sibuk memencet-mencet gadgetnya.
Karena kondisi era sekarang sangat berbeda dengan era sebelumnya, maka bentuk pengasuhan dan pendidikan anak perlu disesuaikan sehingga berjalan efektif dan tepat sasaran. Jadi model pengasuhan 20 tahun yang lalu tentunya sudah usang sehingga perlu diupgrade. Di era sekarang harus ada KEDEKATAN dan KETERBUKAAN antara orangtua dan anak, hal ini sangatlah penting di dalam proses tumbuh kembang anak yang optimal, yang nantinya berpengaruh besar terhadap kesuksesan anak di masa mendatang.
Sudah umum diketahui bahwa komunikasi adalah kunci dari hubungan yang harmonis, entah itu dalam hal asmara, pertemanan, termasuk hubungan orangtua dan anak. Sebuah kesalahan fatal jika orangtua terlalu sibuk dengan pekerjaan, bagaimana hubungan orangtua dan anak bisa terbuka jika orangtua tidak menyediakan waktu cukup untuk anak?
Para psikolog telah mengungkapkan pentingnya hal ini, komunikasi dan hubungan batin orangtua-anak harus dibangun, jangan sampai anak lebih percaya dan dekat dengan teman-temannya daripada orangtuanya sendiri. Setiap orangtua pasti ingin menikmati momen berkualitas bersama anak, untuk mencapainya harus terbangun pola komunikasi yang terbuka. Ini bukan hal yang sepele, karena permasalahan komunikasi bisa berdampak besar pada proses tumbuh kembang anak.
Anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang, hal ini tentu sudah disadari oleh banyak orangtua. Hanya saja sebuah penelitian menemukan ada banyak kesalahpahaman orangtua di Indonesia dalam mengungkapan rasa kasih sayang ke anak. Dimana banyak orangtua yang mengira bahwa ungkapan kasih sayang adalah dengan memberikan barang mewah. Padahal anak-anak menginginkan hal lain, yaitu perhatian orangtua dan quality time yang mencukupi.
Kesalahpahaman seperti ini bisa menghambat keharmonisan hubungan orangtua dan anak. Dan kondisi bisa menjadi parah jika antar anggota keluarga tidak saling mengungkapkan pemikiran dan perasaan masing-masing. Hal seperti ini berpotensi menyebabkan miss komunikasi, salah dalam menilai hingga akhirnya keliru dalam mengambil sikap.
Jadi orangtua harus berusaha membangun komunikasi yang benar dengan anak. Untuk membangun komunikasi terbuka, cobalah melibatkan anak untuk melakukan kegiatan menyenangkan, hal paling sederhana adalah liburan di akhir pekan. Selain itu biasakan bercerita pada anak atau mendengarkan anak bercerita.
Saat anak bercerita, dengarkanlah dengan antusias dan berikan respon positif, dengan begitu akan terbentuk hubungan batin orangtua dan anak, kepercayaan dan kecintaan anak pada orangtuanya meningkat.
Bangunlah rasa saling percaya antara orangtua dan anak, hal ini harus ada karena di zaman sekarang begitu mudah dan banyaknya akses ke hal-hal negatif, jika anak tidak dekat dengan orangtuanya maka sangat berbahaya, anak akan sangat mudah terjatuh ke hal-hal negatif.
Jika kepercayaan telah terbangun, maka orangtua bisa dengan mudah menanyakan hal-hal apa saja yang dilakukan anak, bagaimana ia dengan teman-temannya diluar dll. Selain itu orangtua membangun komunikasi dengan mencari tahu apa yang dibutuhkan dan diinginkan anak. Intinya di zaman sekarang jangan sampai Anda menjadi orangtua yang cuek.
Tugas orangtua bukan hanya memberikan makan, pakaian dan materi lainnya, orangtua juga harus AKTIF (baik ibu maupun ayah) untuk mengasuh dan mendidik anak. Sebagai orangtua hendaknya membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga, jangan sampai menggunakan waktu hanya fokus untuk pekerjaan.
Sebagai orangtua, jadilah pendengar yang baik untuk anak-anaknya. Hal yang harus sering diingat bahwa versi “terbaik” menurut anak dan orang tua seringkali berbeda. Orangtua mungkin merasa telah memberikan banyak sekali kebaikan untuk anaknya, akan tetap si Anak merasa belum mendapatkan apa yang ia inginkan. Maka dari itu jadilah pendengar yang baik untuk anak, dengarkan apa yang sebenarnya dibutuhkan dan diharapkan anak.
Orangtua zaman sekarang jangan sampai mengedepankan ego, buanglah metode “primitif” dimana orangtua hanya mau memerintah dan mengatur anak tanpa memberikan anak kesempatan berbicara. Jika orangtua terlalu mengatur segala aspek kehidupan anak, maka bagaimana proses eksplorasi, kemandirian dan kreatifitas anak bisa berkembang?
Kenyamanan dan kepercayaan sejak dini harus dipupuk. Dibutuhkan proses mendengar dan mengamati sehingga orangtua bisa memahami anak, demikian juga butuh waktu agar anak bisa mengerti harapan orangtuanya. Untuk saling memahami butuh proses panjang, ini seperti kita saat bertemu orang baru, maka gak mungkin kita bisa langsung paham dan langsung mengetahui ekspektasi orang itu terhadap kita, serta orang lain tersebut juga butuh waktu untuk memahami kita.
Oleh karena itu, pupuklah sejak dini rasa saling percaya antara orangtua dan anak. Jika telat dimana anak sudah tidak kecil lagi, maka yang bisa dilakukan adalah melakukan pendekatan-pendekatan yang membuat anak jadi lebih nyaman terhadap orangtuanya, salah satunya jangan menjadi orangtua yang emosional, jika anak melakukan kesalahan kecil maka tidak perlu dimarahi.
Jangan juga menjadi orangtua yang otoriter yaitu suka memerintah tapi tidak mau mendengarkan keluhan anak. Setelah anak melihat orangtuanya dapat bersikap lembut maka ia akan mulai mendekat, dan rasa percaya anak ke orangtuanya akan mulai tumbuh.
Jika sudah terbentuk kedekatan dan rasa saling percaya, maka saat anak sedang mengalami masalah besar, anak tidak akan ragu bercerita terbuka pada orangtuanya.
Yang disayangkan adalah banyak anak yang tidak berani jujur dan tertutup, itu karena kesalahan orangtuanya sendiri yang tidak bisa membangun rasa saling percaya. Umumnya anak-anak yang salah pergaulan adalah mereka yang tidak dekat dengan orangtuanya.
Orangtua jangan ragu meminta maaf pada anak. Sudah seharusnya orangtua zaman sekarang terbiasa untuk meminta maaf pada anaknya saat bersalah. Pandangan yang keliru bahwa permintaan maaf akan mengurangi rasa hormat anak kepada kita, justru anak akan belajar caranya meminta maaf dari praktek langsung orangtuanya, hal ini membuat jiwa anak lebih peka dan lebih mampu memahami orangtuanya.
Anak merasa dihargai oangtuanya, sebagai timbal baliknya anak akan berusaha memahami orangtuanya. Ini sangat penting, dimana pada kehidupan sehari-hari sering kita saksikan anak-anak yang cuek dengan nasehat orangtuanya, itu bukan karena si Anak tidak mengerti, melainkan si Anak selama ini merasa tidak dihargai orangtuanya, sehingga anak menjadikan dirinya sendiri TIDAK MAU memahami harapan orangtuanya.
Seandainya sejak dini hubungan dengan anak dibangun maka orangtua tidak perlu repot-repot, sekali orangtua berbicara anak akan langsung mendengarkannya dan merespon positif.
Jadi walaupun anak masih kecil, seharusnya orangtua menghargai keberadannya, setiap anak punya hak untuk dihargai. Anak bukanlah tempat melampiaskan emosi, sehingga sangat aneh jika ada orangtua yang “hobi” memarahi anak. Sebagaimana orangtua memperlakukan anaknya, demikian juga Si Anak akan memperlakukan orangtuanya seperti itu juga.
Berikan anak ruang untuk berbicara. Salah satu hak anak yaitu mendapatkan ruang untuk berpendapat, tapi faktanya banyak orangtua yang tidak suka mendengarkan pendapat anak. Salah satu kewajiban orangtua dalam pengasuhan anak yaitu mendengarkan dan menghargai pendapat anak, ini merupakan bagian dari proses tumbuh kembang anak.
Keluarga harmonis di zaman sekarang yaitu orangtua terbiasa mendengarkan pendapat dari anak-anaknya, sehingga terjadi keseimbangan dalam berpendapat antar anggota keluarga. Jadi sudah bukan zamannya lagi orangtua memaksa-maksa anak untuk patuh karena tidak efektif, justru anak bisa-bisa memberontak. Akibat mengekang anak, anak jadi lebih suka dekat dengan teman-temannya daripada orangtuanya sendiri.
Adapun jika anak-anak sejak kecil mendapatkan keleluasaan untuk mengajukan pendapat, mereka akan terbuka dan dekat pada orangtuanya. Anak jadi lebih berani jujur dan berterus terang pada orangtuanya, ini sangat bagus dan membuat Anda menjadi tenang karena anak tidak suka berbohong.
Menghargai pendapat anak bukan berarti maksudnya orangtua langsung setuju dengan pendapat anak, akan tetapi orangtua memberikan respon positif terhadap pendapat anak, yaitu dengan mengucapkan terimakasih, tidak menghina pendapat anak dsb.
Membatasi penggunaan gadget pada anak. Perkembangan teknologi membuat anak ikut merasakan dampaknya, dimana anak-anak yang sudah kenal perangkat digital sejak kecil tanpa perlu diajari bisa menggeser-geser layar smartphone. Alhasil smartphone menjadi sesuatu yang alami bersatu dengan jiwa anak, membatasi penggunaan smartphone pada anak bukanlah perkara mudah, apalagi jika Ibu dan Ayahnya intens dalam penggunaan gadget.
Para pakar sudah menjelaskan bahwa tontonan di layar (seperti smarthone, TV dll) berdampak buruk pada perkembangan fisik dan mental anak. Apalagi anak usia balita yang disarankan untuk sering melakukan aktivitas fisik. Menyaksikan tontonan di layar dan main gadget menyebabkan rentang atensi (perhatian) si Kecil menjadi rendah.
Pada video atau film, gambar akan berubah sangat cepat. Sebelum fokus si Kecil pada satu objek tercapai, objek tersebut akan berganti dengan objek lain, begitu seterusnya. Akibatnya anak menjadi tidak terlatih untuk memerhatikan sesuatu dalam waktu cukup lama, dimasa depan anak beresiko mengalami masalah konsentrasi atau fokus.
Dampak lainnya anak cenderung tidak suka pada buku karena sebelumnya sudah terlalu sering melihat video atau film. Di dalam buku hanya terdapat gambar statis.
Anak usia dini perlu bereksplorasi langsung sehingga mendapatkan stimulasi yang tepat dan optimal, berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan motorik, bahasa, emosi-sosial dan logika. Hal ini tidak akan bisa dicapai jika si Kecil akrab dan “kecanduan” pada layar TV atau smartphone.