Tanda Bayi Mengalami Stres dan Cara Penanganannya

Adakalanya Bunda melihat Si Kecil terus-terusan menangis, selalu terlihat bad mood dan rewel. Rewelnya seorang bayi bisa disebabkan oleh banyak hal, tapi jika rewel dan menangis tanpa henti (yang dirasa tidak wajar) dikhawatirkan itu tanda-tanda bayi terkena stres.
Penyebab stres pada bayi bermacam-macam, adapun tanda-tandanya bisa terlihat dari perubahan tingkah laku Si Bayi. Karena bayi belum bisa diajak komunikasi, tentu cukup sulit untuk mencari tahu penyebab bayi stres. Selain itu jangan dikira stres hanya akan dialami oleh bayi-bayi yang kedua orangtuanya bekerja, bahkan bayi yang sering bersama ibunya bisa juga terkena stres.
   Adakalanya Bunda melihat Si Kecil terus Tanda Bayi Mengalami Stres dan Cara Penanganannya

Bayi | Photo credit: –

Dari penjelasan para ahli, bayi yang sering ditinggal kedua orangtuanya bekerja mengalami kesepian dan kehilangan rasa aman sehingga Si Bayi mengalami stres.
Demikian juga bayi yang terlalu sering ‘menempel’ dekat orangtuanya juga bisa stres. Bayi yang selalu menempel dengan orangtuanya dan selalu ditunggui, bayi memang merasa aman tetapi tidak bisa resisten terhadap perubahan, bayi mudah sekali stres hanya karena sedikit perubahan. Ini akibat tindakan orangtua yang over protektif sehingga bayi merasa ‘terlalu aman’ di rumah, akibatnya saat berada di lingkungan baru Si Bayi mudah stres, bayi juga bisa stres saat melihat orang baru atau orang asing.
Hal seperti ini sering terjadi jika bayi diasuh oleh orangtua yang OVER PROTEKTIF, dimana memberikan perlindungan yang berlebihan justru berdampak buruk untuk Si Kecil. Oleh karena itu boleh-boleh saja Bunda sering bersama bayi, tapi tidak harus Bunda ‘menempel’ dengan Si Bayi terus-terusan 24 jam dalam sehari, adakalanya bayi ditinggal sendiri untuk sementara waktu dan Bunda melakukan kegiatan lain, yang penting pastikan Si Bayi selalu berada di tempat aman.
Dampak dari sikap orangtua yang over protektif terhadap Si Kecil, menyebabkan Si Kecil tumbuh menjadi pribadi yang kurang mengeksplorasi, kurang percaya diri, penakut, mudah cemas, dan saat memasuki usia sekolah beresiko menjadi anak yang kurang pergaulan serta kesulitan bersosialisasi dengan lingkungannya.


Ahli tumbuh kembang anak menyarankan agar para orangtua melatih anak sejak dini untuk menghadapi berbagai situasi, dengan begitu anak akan terlatih dan terbiasa sehingga tidak mudah stres saat menemui lingkungan atau situasi yang baru.
Tanda-Tanda Bayi Mengalami Stres
Hal yang menjadi masalah utama orangtua yaitu mengenali gejala stres pada bayi, sebab bayi masih berkomunikasi dengan cara menangis saja. Bisa saja para Ibu menganggap normal tangisan bayinya padahal Si Bayi tersebut sedang stres. Jadi buang kebiasaan menganggap remeh tangisan bayi, apalagi jika dirasa bayi lebih rewel dari biasanya (terasa tidak wajar).
Pada dasarnya bayi menangis adalah hal yang biasa dan wajar, hanya saja Bunda perlu memperhatikan frekuensi dan intensitas tangisan Si Bayi. Jika Si Kecil selama ini saat tidur tidak menangis kecuali jika haus atau mengompol di tengah malam, akan tetapi sekarang kok tiap malam Si Kecil rewel terus, maka itu bisa jadi tanda Si Kecil mengalami stres. Apalagi jika Bunda merasa ada sesuatu yang berbeda atau aneh.
Tidur gelisah. Bayi yang sedang mengalami stres akan terlihat dari tidurnya yang tampak gelisah, gejala seperti ini sangat mudah diketahui sebenarnya. Apalagi jika bayi seringkali terbangun dan menangis di tengah malam secara tiba-tiba, padahal tidak ada masalah seperti mengompol atau lainnya, selain itu bayi merasa gelisah menjelang waktu tidurnya.
Bayi yang mengalami stres biasanya sulit tertawa, lambat/tidak merespon, berat badannya turun, lebih pendiam saat diajak berinteraksi, dan tidak mau ditinggal padahal sebelumnya Si Bayi tidak masalah kalau Bunda ‘menghilang’ sebentar, tapi sekarang kok rewel histeris saat ditinggal sebentar.

Bayi tidak lagi ceria. Gejala stres pada bayi bisa diketahui dari prilakunya, Bunda bisa mengamati secara seksama ekspresi bayi saat digoda atau saat diajak bermain. Ini bisa diketahui jika Bunda melihat Si Bayi memberikan respon yang ‘dingin’ dan saat bermain bersama Si Bayi terlihat tidak ceria seperti biasanya, maka itu bisa menjadi tanda bayi mengalami stres.
Ada banyak alasan bayi terlihat tidak ceria padahal sebelumnya aktif bermain dan bercanda, Bunda perlu siaga karena kondisi ini bisa juga disebabkan gangguan kesehatan yang perlu penanganan. Pada dasarnya bayi yang sehat akan terlihat ceria, aktif menggerakkan tangan dan kakinya, suka membuat ekspresi lucu yang membuat senang orang-orang disekitarnya, tapi saat bayi merasakan ada yang tidak beres pada tubuhnya, maka bayi lebih suka diam dan terlihat tidak bergairah.
Sehingga Bunda perlu waspada, jika bayi tiba-tiba menjadi tidak ceria dan sering terlihat lemas, bisa jadi itu gejala stres maupun penyakit tertentu yang perlu segera ditangani. Bayi terlihat tidak ceria dan lemas bisa juga karena kurang cairan, cobalah perhatikan apakah Si Kecil kekurangan cairan (jarang minum), ketahui juga penyakit diare bisa menyebabkan sering BAB sehingga menyebabkan tubuh kehilangan banyak cairan, jika Si Kecil mengalami diare maka ia berisiko kekurangan cairan sehingga merasa lemas, tidak bergairah hingga stres.
Pastikan bayi mendapatkan asupan cairan yang cukup, cuaca panas juga bisa membuat bayi berkeringat dan kehilangan banyak cairan. Dengan begitu, jika Si Bayi terlihat tidak ceria atau stres bisa saja karena Si Bayi kekurangan asupan cairan, pastikan bayi minum cairan yang cukup sehingga menjaga tubuhnya tetap terhidrasi, bersemangat, ceria, bahagia dan terhindar dari stres.

Frekuensi menangis meningkat. Bayi yang mengalami stres biasanya lebih sering menangis dari biasanya, hal seperti ini tidak hanya terjadi pada bayi melainkan semua orang, dimana seseorang yang sedang stres biasanya cenderung lebih mudah menangis. Bahkan khusus pada bayi, menangis merupakan reaksi pertama dan paling umum saat bayi terkena stres, jika bayi menangis lebih banyak dari biasanya dan sulit ditenangkan maka curigailah mungkin ada sesuatu yang tidak beres atau tidak normal terjadi pada bayi.
Bayi yang mengalami stres menangis lebih sering dari biasanya, apalagi sampai mengganggu aktivitas tidurnya. Selain itu bayi yang sedang mengalami stres biasanya berusaha menghindari kontak mata. Jika bayi sebelumnya normal-normal saja tapi sekarang menghindari kontak mata, itu menandakan bayi sedang tidak nyaman atau mungkin stres.
Gangguan makan. Perasaan stres yang dialami bayi dapat merusak pola makannya, yang umum terjadi adalah menurunnya nafsu makan, tapi pada sebagian kasus bisa terjadi sebaliknya yaitu cenderung makan berlebihan yang ditandai dengan Si Bayi rewel terus minta makan secara tidak wajar. Bayi mungkin menolak makan saat stres, tapi jika bayi juga tidak mau menyusu perlu dicurigai apakah bayi mengalami sembelit, gangguan pencernaan atau gangguan kesehatan lainnya.
Kondisi stres menyebabkan bayi lebih rentan terkena masalah perut atau gangguan pencernaan, tapi bukan berarti jika bayi mengalami gangguan pencernaan langsung dianggap positif stres. Bayi yang mengalami stres biasanya terlihat tidak ekspresif, tidak bersemangat ketika diajak bermain, cenderung berperilaku agresif, selalu ingin digendong dan tidak mau ditinggal.
Mungkin tidak mudah mengidentifikasi kapan bayi stres, karena memang bayi belum bisa mengungkapkan secara verbal tentang apa yang dirasakannya, tapi Bunda bisa melihat tanda-tandanya dari adanya perubahan perilaku hingga hal-hal yang dirasa ada sesuatu yang salah.


Gerakan yang Tidak Wajar. Gerakan-gerakan tidak wajar seperti menghentak-hentakkan kaki dan tangan dengan keras, melengkungkan punggung sambil menangis atau gerakan semacamnya, itu bisa menandakan bayi sedang stres, apalagi jika bayi sulit tidur karena perasaan stres membuat bayi sulit tidur nyenyak, saat diajak tidur bayi menangis sekencang-kencangnya.
Pemicu Stres pada Bayi
Penyebab paling umum bayi mengalami stres adalah rasa sakit atau ketidaknyamanan fisik, Bunda harus benar-benar cermat memperhatikan kesehatan bayi. Bayi bisa benar-benar mengalami stres saat memiliki penyakit fisik (seperti gangguan pencernaan ringan), bahkan bayi bisa mengalami stres saat merasakan ketidaknyamanan dengan lingkungan maupun orang-orang di sekitarnya.
Bayi juga menjadi mudah stres jika tidak mendapat perhatian yang cukup, sehingga sangat penting memastikan Si Bayi telah mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup dari keluarganya, khususnya dari Bunda. Bayi sangat ingin diperhatikan, oleh karena itu Bunda jangan terlalu sibuk dengan gadget, apalagi saat menggendong bayi atau berdekatan dengan bayi maka taruhlah gadget lalu ajak anak berinteraksi dan berikan kontak mata.
Saat bersama bayi usahakan untuk tidak menggunakan gadget karena mata bayi harus dihindari dari paparan langsung sinar LED yang berasal dari smartphone, tablet, laptop dan semacamnya. Paparan sinar LED bisa merusak sistem otak, mengganggu tumbuh kembang, menghambat perkembangan motorik hingga memicu stres pada bayi.


Hal yang sangat mengkhawatirkan adalah orangtua lebih memilih bermain gadget ketimbang melakukan interaksi dengan bayi, saat bayi mencoba berkomunikasi atau berinteraksi tapi orangtua justru tidak memberikan respon positif, padahal setiap bayi butuh bonding dengan orangtuanya. Penelitan menunjukan bahwa anak yang sejak bayi sering bermain dan berbicara dengan orangtuanya mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam bersosialisasi, berempati dan bertoleransi.
Adapun anak-anak yang sejak bayi kekurangan perhatian dan kasih sayang, SANGAT RENTAN untuk menjadi anak yang egois, keras kepala dan suka melakukan kekerasan. Hati-hati jangan sampai gadget menjauhkan bonding (ikatan batin) antara orangtua dan anak. Jangan sampai Bayi Bunda kekurangan waktu berkualitas bersama orangtuanya karena berdampak buruk terhadap tumbuh kembangnya (termasuk rentan mengalami stres).
Bayi bisa menangis hingga mengalami stres jika dibiarkan sendiri, bahkan bayi bisa mengalami tingkat stres yang lebih tinggi jika tidak ada yang menanggapi tangisannya. Sehingga jika bayi menangis karena lapar, mengompol atau lainnya maka Bunda perlu segera menanganinya. Jika tidak, semakin lama bayi dalam kondisi ketidaknyamanan-nya maka semakin parah tingkatan stres yang dialaminya.
Bayi bisa mengalami stres jika terlalu lama berada jauh dari orangtua. Kurang perhatian bisa memicu stres pada bayi. Selain itu bayi bisa merasa stres saat di lingkungan baru, apalagi tanpa kehadiran orangtuanya maka besar resiko stresnya. Lingkungan baru biasanya membuat bayi tidak nyaman dan kebingungan, saat situasi seperti itu bayi sangat membutuhkan orangtuanya (khususnya Ibunya) untuk meyandarkan diri, jika orangtuanya tidak ada maka Si Bayi menjadi stres.
Suara keras juga bisa membuat bayi stres, termasuk pertengkaran dan teriakan antara saudara kandung, orangtua maupun anggota keluarga lainnya bisa menyebabkan bayi stres. Bayi biasanya menangis ketika melihat pertengkaran yang terjadi di depannya.


Orangtua (khsusnya Ibu) yang mengalami stres bisa menularkannya kepada bayi. Bayi bisa mengalami stres karena melihat kondisinya Ibunya yang sedang tertekan atau tidak stabil, dimana bayi sebenarnya dapat merasakan perilaku dan emosi (perasaan) dari Ibunya sendiri. Bayi dapat merespons emosi dan lingkungan orangtua mereka, sehingga jika orangtua mengalami stres, hal tersebut dapat mempengaruhi bayi.
Selain itu, kondisi Ibu yang stres menyebabkan Si Ibu tidak bisa secara optimal memberika perhatian dan kasih sayang kepada bayi. Padahal hasil studi menunjukkan bahwa bayi yang menerima banyak perhatian dan kasih sayang akan lebih terhindar dari stres. Sebaliknya, bayi yang merasa diabaikan dan kurang perhatian rentan terkena stres.
Overstimulasi ternyata juga bisa membuat bayi stres. Stimulasi memang bagus agar bayi bisa tumbuh dan berkembang dengan baik dan optimal, tapi jika stimulasi dilakukan secara berlebihan bisa menyebabkan stres pada bayi.
Anomali cuaca yang tidak menentu bisa membuat bayi gelisah dan stres. Selain itu suasana rumah yang terlalu ramai membuat bayi merasa tidak tenang sehingga bayi rentan untuk terkena stres.
Penanganan
Apakah stres pada bayi sesuatu yang fatal? Jawabannya Iya, stres kronis berdampak sangat buruk terhadap perkembangan otak bayi. Penelitian menunjukan bahwa peningkatan kadar hormon kortisol (hormon stres) selama masa bayi terkait dengan peningkatan resiko berupa masalah perilaku dan gangguan mental terkait stres di masa dewasa.


Jadi kondisi stres kronis yang dialami bayi, bisa menyebabkannya rentan mengalami gangguan mental saat dewasa. Selain faktor genetika, nutrisi dan kesehatan, pengalaman bayi dengan orang-orang di sekitarnya dapat memengaruhi perkembangan otaknya.
Oleh karena itu menjadi kewajiban para orangtua untuk mencegah stres pada bayi karena akibatnya yang dapat mempengaruhi kesehatan mental, kemampuan kognitif dan perkembangan otak secara umum. Menciptakan bonding atau ikatan cinta antara orangtua (khsusnya Ibu) dan bayi menjadi cara ampuh agar bayi terhindar dari perasaan stres. Setiap bayi memiliki kondisi dan temperamen yang berbeda-beda, dan sentuhan kasih sayang orangtua dapat mengurangi stres mereka.
Stres pada bayi berisiko mengganggu tumbuh kembangnya di kemudian hari, khususnya pada masalah psikis Si Bayi, karena ia beresiko tumbuh menjadi anak yang mudah cemas, kurang percaya diri dan memiliki gangguan emosional.
Saat bayi stres atau tidak berhenti menangis, cobalah mencari tahu penyebabnya. Untuk menenangkan bayi, berikan bayi pelukan sehingga bayi menjadi tenang dan merasa disayangi orangtuanya, bisa juga dengan menggendong bayi dan mengajaknya jalan-jalan di sekitar rumah, mengajak bayi berinteraksi dengan saudara kandung, memperlihatkan hewan peliharaan seperti kucing, atau melakukan hal lainnya yang dapat mengalihkan bayi dari perasaan stres.
Bayi itu seperti kertas putih polos, bayi akan menyerap segala sesuatu dari lingkungan sekitarnya yang nantinya membentuk pikiran dan perasaannya, para Ibu perlu menghindari stres selama kehamilan dan saat sudah melahirkan karena hal itu mempengaruhi perkembangan otak dan perasaan bayi. Rasa stres maupun bad mood yang dirasakan bunda juga bisa ikut dirasakan bayi.
Jika Bunda sedang stres, sedih atau bad mood kemudian Si Kecil menangis terus menerus, kemungkinan Si Bayi tertular dengan apa yang sedang Bunda rasakan. Sebenarnya hal ini dimulai sejak bayi dalam kandungan, Si Bayi dapat merasakan jika Bunda mengalami stres saat hamil, jika seorang Ibu Hamil sering stres maka bisa berdampak buruk terhadap bayi di dalam kandungan.
Sejak di dalam kandungan, bayi bisa menangkap makna dan efek dari intonasi pembicaraan Bunda atau orang-orang di sekitar Bunda. Setelah lahir, bayi mulai belajar mengenali emosi dari mimik wajah orang-orang yang dihadapannya. Stres yang Bunda rasakan dapat memengaruhinya, Si Bayi bisa menjadi sedih saat melihat orangtuanya sedih atau bad mood. Setelah berusia beberapa bulan, bayi biasanya bisa merasakan dan membedakan ekspresi sedih dan bahagia dari orangtuanya. 
Agar Si Bayi tidak ikut mengalami stres yang Bunda rasakan, maka Bunda harus pintar-pintar menjaga suasana hati diri sendiri, jika Bunda sering mengalami stres maka carilah jalan keluar untuk meredakan stres dan bad mood. Berolahraga ringan dapat menjaga suasana hati yang baik dan meredakan stres. Selain itu jagala kesehatan diri sendiri, cukupi waktu istirahat, hindari bekerja terlalu berat dan padat, makan sehat, minum air putih yang cukup dan kurangi minum minuman bersoda.
Untuk mencegah stres pada bayi maka sangat penting menghindari segala penyebabnya (seperti yang telah disebutkan semua diatas), selain itu jangan sampai bayi lapar dalam waktu lama sehingga menangis, semakin terlambat memberikan makan untuk bayi yang lapar maka semakin besar resiko stres yang dialami Bayi. Rawatlah bayi dengan penuh kasih sayang, ajaklah Si Bayi tersenyum dan bercanda. Jika Bunda terlambat memberikan makan, ucapkan kata maaf pada bayi karena ia bisa merasakannya. Berikan yang terbaik untuk Si Kecil, mulai dari lingkungannya, asupan nutrisi, kebersihan, dan lainnya sehingga ia tumbuh optimal dan terhindar dari stres.
Beberapa hal yang perlu dibiasakan agar bayi terhindar dari perasaan stres:
  • Berikan bayi perhatian saat menyusui, lakukan kontak mata dan berikan pandangan kasih sayang untuknya.
  • Memijat bayi secara lembut.
  • Menggoda bayi dengan berbagai macam ekspresi, termasuk juga bermain ci-luk-ba.
  • Menghindari bayi dari suara keras seperti teriakan, bentakan dan lainnya.
  • Memastikan tidak ada suara yang mengganggu saat bayi tidur.
  • Jika ada pertemuan ramai di rumah, sediakan ruangan tersendiri untuk bayi sehingga Si Bayi bisa beristirahat dengan tenang. 
  • Ketidaknyamanan bayi juga bisa disebabkan oleh lingkungan bising, termasuk suara orang yang berbicara dengan keras dan kasar. Oleh karena itu, saat berada di depan atau di dekat bayi usahakan untuk tidak berbicara keras atau kasar. Selain itu hindari berdebat dengan pasangan di hadapan bayi.
Luangkan waktu yang cukup untuk bayi, kehadiran Bunda adalah hal terpenting untuk memenangkan hati si kecil. Usahakan untuk tidak meninggalkan bayi berhari-hari karena bisa menyebabkan trauma psikologis pada bayi. Keberadaan Bunda membuatnya merasa aman dan nyaman.
Berikan sentuhan-sentuhan lembut untuk bayi. Sentuhan fisik akan memberikan perasaan aman dan nyaman untuk bayi. Penelitian menemukan bahwa sentuhan kasih sayang Ibu pada bayi akan memicu pelepasan hormon oksitosin dan opioid endogen yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit alami. Namun begitu, sentuhlah bayi secukupnya saja (jangan berlebihan), karena kalau tidak, bisa saja sentuhan yang diterimanya diterjemahkan Si Bayi sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.
Bunda perlu sering-sering berinteraksi dan berbicara dengan bayi, walaupun bayi belum bisa mengerti tentang apa yang Bunda katakan tapi bayi bisa merasakan perhatian yang diberikan Bunda. Interaksi yang intens membuat bayi memberikan kepercayaan pada Bunda, bayi akan merasa nyaman karena ada orang dewasa yang memperhatikan dan menyayanginya, rasa nyaman ini menjadikan bayi terhindar dari stres.
Berbicara dengan buah hati akan membuatnya lebih nyaman, suara orangtua menjadi favorit bayi yang sangat penting untuk menumbuhkan rasa amannya. Selain itu penelitian menemukan bahwa anak-anak yang sejak bayi terbiasa diajak berbicara dan berinteraksi dengan orangtuanya memiliki kemampuan yang lebih baik dalam berbahasa, bergaul dan fungsi kognitif.