Anak Suka Pamer? Ini Cara Mengatasinya

Anak selalu ingin terlihat WOW di hadapan sepupu maupun teman-temannya sehingga suka memperlihatkan barang-barang baru miliknya agar mendapatkan pujian dan sanjungan.
Misalnya anak berkata pada temannya: “Aku punya banyak mainan mobil di rumah, kamu ga punya kan?”
“Ah tapi mainan mobil punya kamu kecil, mobil punya aku dong lebih besar.”
Atau anak berkata: “Mama, mainanku lebih bagus dari dia, mainan dia jelek banget”.
   Anak selalu ingin terlihat WOW di hadapan sepupu maupun teman Anak Suka Pamer? Ini Cara Mengatasinya

Photo credit: stock.adobe.com|Africa Studio

Sifat dan kebiasaan seperti itu perlu diatasi. Sebenarnya tidak masalah jika hanya terjadi sesekali, tapi jika terus-terusan terjadi sehingga menjadi kebiasaan si anak, dalam jangka panjang bisa menyebabkan masalah serius terhadap karakter anak. Si anak menjadi sombong, angkuh, suka meremehkan orang lain dll.
Jika anak punya karakter buruk seperti itu maka teman-temannya akan menjauhinya, alhasil anak bisa-bisa tidak punya teman. Jangan dibiasakan anak suka pamer atau menyombongkan diri dengan yang dimilikinya. Sesekali mungkin tidak masalah tapi jangan sampai kebablasan, arahkan hati dan pikiran anak menuju hal yang positif.
Anak-anak biasanya suka pamer, jadi Bunda hanya perlu mengontrolnya agar tidak kelewat batas. Biasanya anak mulai sering pamer saat usianya mencapai 5 atau 6 tahun. Pada usia tersebut anak-anak suka mencari tahu perbedaan antara dirinya dan anak sebaya lainnya, dan biasanya materi yang dipunyai menjadi obyek yang suka dibanding-bandingkan anak.


Memang sifat pamer ini terlihat tidak berbahaya pada awalnya, tapi dalam jangka panjang bisa menjadi masalah serius bagi karakter dan tumbuh kembang anak, bahkan jika anak memiliki sifat buruk bisa-bisa dia menjadi public enemy dan berakhir dengan bullying.
Mungkin sebagian orangtua masih ada yang bingung dan bertanya-tanya, mengapa sifat suka pamer sering muncul dalam diri anak-anak?
Perlu diketahui semua anak akan menghadapi fase mencari identitas diri, bahkan sudah dimulai sejak usia 3 atau 4 tahun. Anak suka pamer karena merasa kurang percaya diri sehingga butuh pengakuan dari pihak lain, sehingga anak mendapatkan identitas dirinya.
Anak suka pamer sebagai bentuk pertahanan dirinya, pencarian identitas diri dan ingin mendapatkan pujian agar percaya dirinya meningkat. 
Jadi suka pamer adalah sifat yang muncul secara otomatis dalam diri setiap anak, tinggal bagaimana orangtua menanganinya. Anak suka pamer karena tidak merasa percaya diri, coba renungkan apakah Bunda selama ini kurang dalam mensupport anak, tidak pernah memberikan pujian dan motivasi kepada anak Bunda sehingga dia menjadi anak yang tidak percaya diri.
Jika iya, maka Bunda sejak saat ini harus lebih meningatkan perhatian dan kasih sayang kepada anak. Memberikan perhatian dan pujian sangatlah penting untuk meningkatkan semangat dan rasa percaya diri anak.

Jika anak punya rasa percaya diri dan mendapatkan limpahan kasih sayang dari orangtuanya, maka anak tidak lagi ketergantungan terhadap pengakuan orang lain.
Interaksi antara anak dan orangtua harus ditingkatkan, misalnya anak merapihkan tempat tidurnya maka berikanlah pujian, anak akan sangat senang mendengarnya dan hal ini bisa meningkatkan rasa percaya dirinya. Oleh karena itu, Jika anak melakukan sesuatu yang baik, Bunda jangan diam saja, berikanlah anak reward.
Perasaan anak harus dijaga, jika bukan Bunda yang menjaganya maka siapa lagi yang menjaganya. Orang terdekatnya adalah Bunda, jadi Bunda lah yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan karakter anak.
Tanamkan sifat rendah hati dan simpati sejak dini. Anak usia pra sekolah sudah mulai berinteraksi di lingkungan luar, Bunda akan melihat anak menunjukan beberapa sifat baru, apalagi anak-anak biasanya tidak mau mengalah. Ajarkan lah anak sifat rendah hati sehingga orang-orang akan menyukainya.
Sifat rendah hati menghindari anak dari sifat sombong dan suka pamer. Anak bisa memiliki sifat rendah hati jika orangtuanya seperti itu juga, jadi Bunda harus memberikan contoh yang baik untuk anak. Kenalkan juga anak pada perilaku saling berbagi, jika ingin memberikan sedekah kepada orang yang membutuhkan, biarkan anak yang melakukannya
Dengan anak mempraktekan secara langsung untuk berbagi kepada yang membutuhkan, kegiatan ini akan membekas dalam hati anak, dan mengarahkan anak kepada sifat rendah hati.

Ajarkan anak untuk bisa menghargai orang lain, dengan menerapkan sopan santun misalnya mengajarkan anak untuk terbiasa mengatakan “terima kasih” saat diberikan kebaikan oleh orang lain, atau mengatakan “tolong” saat meminta bantuan.
Lalu ajarkan anak meminta maaf saat berbuat salah, ini adalah kunci dari kerendahan hati. Sifat rendah hati membuat anak bisa menghargai orang lain dan tidak meremehkan orang lain. Jika anak mempunyai sifat rendah hati mustahil dia menjadi orang yang suka pamer.
Anak yang hobi pamer biasanya tidak bisa meghargai orang lain, suka meremehkan orang lain, maunya selalu diutamakan (sifat serakah) dan tidak bersimpati terhadap orang yang kesusahan.
Jauhkan anak dari lingkungan buruk. Sifat suka pamer anak karena mencontoh orang-orang di lingkungannya. Misalnya anak berada di sebuah tempat yang berisi orang-orang yang suka pamer, maka otomatis anak akan mencontoh sifat buruk tersebut.
Bunda harus memperhatikan lingkungan pergaulan anak, usahakan untuk mencarikan teman-teman yang baik untuk anak. Demikian juga orangtua di rumah harus memberikan contoh yang baik untuk anak-anak.
Anak pamer bisa juga karena ulah kelakuan orangtua. Misalnya orangtua suka membanding-bandingkan anak, ini tidaklah baik karena dapat menyakiti perasaan anak dan memunculkan sifat indiviudalisme ekstrim dalam diri anak.
Dimana sifat indiviualisme ini menjadikan anak ingin selalu terlihat wow, anak menjadi orang yang suka pamer agar orang-orang mengakui ‘kenomorsatuan’ dirinya.


Rasa Simpati. Beritahu anak bahwa sifat suka pamer akan menyakiti perasaan teman-temannya. Berikan penjelasan yang mudah dipahami anak. Misalnya dengan mengatakan: “kalau kamu pamer membicarakan tentang semua mainan keren yang kamu punya ke teman-teman, itu bisa membuat teman kamu sedih karena mereka tidak punya mainan yang banyak kaya punya kamu”.
Pokoknya berikan anak pemahaman yang baik. Buat anak berpikir bahwa sifat pamer itu tidak baik dan harus dihindari.
Pujian yang diberikan tepat dan hendaknya spesifik. Memuji anak itu memang bagus untuk tumbuh kembangnya, biasanya saat anak menunjukkan sesuatu ke Bunda, biasanya Bunda akan refleks mengatakan pinter, hebat, keren dll. Itu adalah contoh pujian yang bersifat umum, tapi hendaknya Bunda lebih fokus memberikan pujian yang bersifat spesifik. 
Mengenai pujian yang bersifat umum, dr. Stephanie menjelaskan bahwa lama-lama pujian seperti itu tidak lagi berarti bagi anak (karena terlalu sering dipuji pintar, cakep dll) bahkan justru membuat anak berpikir bahwa dirinya layak diberi feedback setiap kali melakukan sesuatu.
Ini bisa menjadi berbahaya, oleh karena itu pujian yang diberikan tidak boleh asal-asalan. Isi pujian juga seharusnya menekankan pada usaha daripada hasil, misalnya dengan mengatakan “Kamu pasti bangga karena usaha kerasmu tidak sia-sia”.
Bunda bisa memberikan jawaban seperti itu saat anak tiba-tiba pamer nilainya lebih tinggi dari nilai teman-teman sekelasnya.


Ajarkan anak untuk lebih peka. Bilang ke anak bahwa dia boleh menunjukkan berita baik tentang dirinya, tapi tidak ke semua orang. Katakan pada anak: “Kamu boleh cerita kepada Nenek tentang nilai rapor kamu yang bagus, tapi jangan ceritakan ke teman kamu yang nilai rapornya rendah atau tidak naik kelas, pasti akan membuatnya bersedih.”
Ajaklah anak berdiskusi mengenai perasaan, ini sudah bisa dilakukan meskipun usia anak masih 6 tahun misalnya. Tanyakan pada anak, “Coba ceritakan sama Bunda, apa yang kamu rasakan saat temanmu memamerkan mainan barunya?”
Atau pertanyaan, “Gimana perasaan kamu melihat teman yang suka pamer?”
Anak pasti menjawab bahwa dirinya tidak nyaman dan tidak suka pada teman-teman yang suka pamer. Nah, tinggal berikan pemahaman pada anak sifat suka pamer itu kurang baik, karena bisa menyakiti perasaan teman.
Bangun rasa percaya diri anak, anak yang merasa dicintai dan dihargai oleh orangtuanya, maka tidak lagi tergantung dan tidak merasa perlu sanjungan dari teman-temannya. Itulah kenapa rasa percaya diri anak yang datang dari dukungan orangtua adalah kunci untuk menanamkan sifat rendah hati dalam diri anak.
Biasakan mengadakan diskusi atau obrolan antara orangtua dan anak, sediakan waktu khusus setiap hari untuk bermain dan bercengkrama bersama anak, sehingga membuat anak merasa disayangi dan diperhatikan. Orangtua menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam mengarahkan kehidupan anak.


Anak-anak memang butuh pengakuan dari orangtua, dan haus akan perhatian orang tua. Jika orang tua justru tidak menghiraukan dan kurang peduli terhadap pencapaian anak, ia akan mencari pengakuan dari pihak lain. Cara paling mudah untuk mendapatkan pengakuan yaitu pamer dengan barang-barang yang dimiliki.
Bahkan yang sangat disayangkan, kesalahan banyak orang tua menganggap wajar kebiasaan anak yang suka pamer kepada temannya, apalagi jika orangtua terlalu sibuk bekerja sehingga tidak punya waktu untuk mengobrol dan menasehati anak.
Anak juga menjadi pamer karena mendapatkan tekanan tertentu. Jika Bunda melihat anak punya kebiasaan pamer, jangan-jangan itu karena anak sedang mendapat tekanan dari lingkungannya, misalnya anak sering diejek atau direndahkan oleh teman-temannya, sehingga pamer menjadi cara anak agar tidak lagi diejek oleh teman-temannya.
Latih anak untuk memuji orang lain. Ini bisa menjadi cara untuk mengurangi sikap pamer anak, dorong anak agar mau memuji orang lain. Misalnya anak Bunda jago bermain sepakbola, dan ada temannya juga yang jago.
Maka puji anak bahwa dirinya jago main bola, bilang juga temannya itu jago bermain bola. Dengan begitu Bunda telah mendorong anak untuk memuji temannya. Pada dasarnya anak kecil masih belum siap untuk memberikan pujian, tapi sekali-kali anak perlu didorong untuk belajar tentang rasa hormat kepada orang lain.


Penutup
Jika orang dewasa saja ada yang pamer, maka apalagi anak-anak yang sangat rentan untuk punya sifat hobi pamer. Khususnya pada anak usia 0-7 tahun yang sedang dalam fase egosentris, dimana anak menginginkan semua hal terpusat pada dirinya (seperti perhatian dan pujian). Sifat pamer muncul karena naluri anak yang ingin mendapat perhatian dan pujian dari orang lain. 
Keinginan anak untuk mendapatkan perhatian dan pujian adalah hal yang positif dalam perkembangan anak untuk meningkatkan kepercayaan dirinya. Jadi sebenarnya naluri pamer ini tidak bisa dimatikan 100%, yang perlu orangtua lakukan adalah mengontrol naluri anak ini agar tidak melenceng ke arah negatif, misalnya sifat congkak atau sombong.
Saat anak melakukan hal yang positif maka berikan pujian. Adapun saat anak melakukan hal yang negatif, misalnya pamer barang-barang mahal miliknya, maka jangan berikan pujian.
Dengan memuji hal positif dan tidak memuji hal negatif, anak akan belajar untuk membedakan mana perbuatan yang baik dan yang buruk, mana hal yang membanggakan dan tidak membanggakan.
Selain mengarahkan naluri anak, juga penting mengajarkan anak tentang empati dan tenggang rasa. Jelaskan kepadanya bahwa setiap anak punya keadaan yang berbeda-beda, tidak semua temannya punya kemampuan membeli barang seperti dirinya.
Katakan kepadanya: “Banyak anak-anak seumuran kamu yang tidak punya uang, jadi enggak bisa membeli barang yang seperti kamu miliki sekarang.”