Perbedaan Antara Istilah Franchise dan Ritel

Perbedaan Antara Istilah Franchise dan Ritel- 

Tak dapat dipungkiri kemajuan jaman membawa perubahan drastis dalam metode pengembangan bisnis. Sekitar lima atau sepuluh tahun yang lalu, model bisnis yang hanya begitu begitu saja alias monoton dan konvensional, kini semakin berkembang dengan model bisnis yang lebih modern, sebut saja bisnis online yang semakin tenar dan menjadi trend di kalangan pebisnis baik pemula maupun yang sudah kawakan. Selain itu, usaha waralaba atau franchise pun juga semakin merajalela. Namun demikian, model bisnis ritel pun juga masih eksis ternyata. Namun, apakah Anda tahu perbedaan antara istilah Franchise dan Ritel? Kalau Anda ingin tahu, ikuti penjelasannya di bawah ini.

Toko Ritel di Kawasan The Park Mall Solo Baru (Photographer by:Eko Wahyudi koleksi-tip)


SISTEM FRANCHISE
Franchise atau yang biasa kita kenal dengan istilah “waralaba” merupakan kewenangan atau hak untuk melakukan penjualan suatu barang atau jasa (service). Lebih jauh lagi, menurut versi pemerintah Indonesia, franchise atau waralaba merupakan relation atau hubungan antara dua belah pihak yang memiliki tujuan sama  dalam suatu busaha, yang mana dari salah satu pihak tersebut memperoleh hak khusus untuk mengembangkan atau menjalankan kekayaan intelektual.

Selain dari pengertian tersebut di atas, berbagai lembaga yang ada hubungannya dengan franchise juga mengemukakan definisi franchise menurut versi mereka masing – masing. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia, franchise adalah suatu cara penyaluran produk ataupun jasa kepada para customer atau pembeli, yang mana pihak yang memiliki brand (franchisor) menyerahkan hak kepada perusahaan (franchisee) untuk menjalankan usaha dengan brand, mekanisme, dan hal lainnya yang sama yang sudah disepakati untuk periode waktu tertentu dan mencangkup daerah tertentu.

Sementara itu, British Franchise Association menyatakan bahwa franchise adalah lisensi kontraktual dari pihak franchisor untuk pihak franchisee dengan adanya persyaratan seperti di bawah ini:

  1. Mengijinkan atau meminta pihak franchisee untuk melaksanakan bisnis dalam jangka waktu tertentu pada usaha yang menggunakan brand yang dipunyai oleh pihak franchisor; 
  2. Mewajibkan pihak franchisor untuk mengembangkan pelatihan pengendalian secara teratur selama  dalam masa perjanjian atau kesepakatan; 
  3. Mewajibkan pihak franchisor untuk memberikan bantuan atau pertolongan kepada  franchisee pada jenis usaha yang dilaksanakan, seperti contohnya pelatihan karyawan. 
  4. Memohon pihak franchise secara berkala selama dalam masa kesepakatan bisnis bersama untuk menyerorkan sejumlah uang franchise untuk produk atau jasa yang telah difasilitasi oleh pihak franchisor kepada pihak franchisee. 

Selain dikemukakan oleh beberapa asosiasi, definisi mengenai franchise juga dikemukakan oleh para ahli. Campbell Black, dalam bukunya Black’s Law Dict, menjelaskan franchise sebagai sebuah lisensi brand dari owner yang membolehkan pihak lain untuk menjalankan penjualan produk atau jasa atas nama brand itu. Adapun menurut David J. kaufmann, franchising adalah sebuah cara pemasaran dan penyaluran yang dilakukan oleh usaha bisnis kecil yang mendapatkan jaminan dengan membayar uang.

Sedangkan menurut Reitzel, Lydem, Roberts, dan Severance, franchise didefinisikan sebagai sebuah kontrak atas barang yang tidak tampak (misalnya usaha jasa pelayanan) yang dipunyai oleh pihak franchisor, seperti brand yang diserahkan kepada pihak lain (franchisee) untuk memanfaatkan brand atau merek dari produk tersebut pada subjek bisnis yang dijalankan sesuai degan kesepakatan atau perjanjian wilayah.

Itulah beberapa definisi franchise dari berbagai versi.Berdsasarkan definisi-definisi tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa inti dari dari franchise adalah hubungan kerja sama antara pihak franchisor (pemilik modal) dan pihak franchise (pengguna modal), dengan ketentuan dan dilakukan di area tertentu. 

Franchise merupakan salah satu metode bisnis yang kini mulai marak ditetapkan di Indonesia. Pada awalnya, sistem ini hanya berkembang di Amerika. Namun, seiring perkembangan dunia bisnis, sistem tersebut akhirnya masuk ke Indonesia. Adapun konsep dari bisnis dengan sistem franchise adalah melibatkan beberapa pihak. Pihak yang paling utama dan wajib adalah franchisor dan franchisee. Franchisor bertindak sebagai pihak pemberi waralaba, sedangkan franchisee bertindak sebagai penerima waralaba.

Kedua pihak tersebut kemudian membuat suatu kesepakatan kerja sama. Di satu sisi, franchisor bertanggung jawab terhadap barang – barang atau alat – alat yang dibutuhkan franchisee, termasuk bahan baku. Sedangkan franchisee bertanggung jawab menjaga image dan kualitas produk dari franchisor. Selain itu, franchisee juga diharuskan menyetorkan sejumlah uang sebagai franchise fee kepada franchisor. Setelah kesepakatan tersebut diterima, maka franchisee sudah bisa membuka usahanya.

Bisnis franchise ini merupakan salah satu bisnis yang mudah dilakukan. Sebab, Anda sebagai franchise tidak perlu repot – repot menyiapkan merek, nama, rasa atau kualitas produk, dan peralatan lainnya. Semuanya telah disediakan oleh pihak pemberi waralaba.

SISTEM RITEL 

Secara sederhana, sistem ritel dapat juga kita kenal dengan nama “eceran”. Dalam Bahasa Inggris, penjaja eceran disebut sebagai “retailing”. Retailing dapat memiliki arti sebagai memangkas lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Dengan mengutip definisi dari Shopiah (2008), Aizid menyatakan bahwa retail atau eceran bisa diartikan sebagai suatu tindakan menjual barang atau jasa kepada customer atau pelanggan atau pembeli akhir. Penjualan eceran merupakan bagian paling akhir dari mata rantai dalam mendistribusikan barang atau jasa dari produsen untuk konsumen. Sedangkan pedagang seceran adalah manusia atau bisa berupa toko yang memiliki tanggung jawab utama dalam menjual barang secara eceran.

Seperti halnya sistem franchise, sistem ritel ini pun memiliki beberapa keuntungan, antara lain:

  1. Membutuhkan modal yang cukup sedikit dengan keuntungan yang lumayan besar
  2. Pedagang eceran yang kecil seringkali memiliki sugesti bahwa kegiatan yang dilakukan ini merupakan perolehan sampingan, sebagai contoh membuka toko kelontong untuk mengisi waktu luangnya. 
  3. Para pedagang eceran kecil biasanya memiliki tempat yang strategis, di mana tempat usahanya sering kali berbaur dengan para konsumen, sehingga hal ini dapat membuka peluang pendapatan yang cukup tinggi. 
  4. Biasanya para pedagang eceran dan pembeli memiliki hubungan yang dekat. 
Demikianlah sekelumit penjelasan tentang sistem ritel. Apapun jenis toko yang akan Anda buka dan apa pun yang akan Anda jual, selama ia bersifat eceran, baik skala kecil atau besar, maka ia disebut sebagai toko ritel. Toko kelontong, toko emas, swalayan, atau supermarket, Indomaret, Alfamart, dan toko – toko serupa lainnya termasuk golongan toko ritel.