Dampak Kekerasan Terhadap Anak Terasa Hingga Dewasa

Setiap anak berhak untuk mendapatkan kebahagiaan di dalam hidupnya, pendidikan yang layak dan mendapatkan perlindungan. Kekerasan tehadap anak adalah hal yang tidak dapat ditolerir dan pelakunya harus dihukum berdasarkan undang-undang negara.

Dapat dikatakan orangtua yang betindak kasar terhadap anaknya berarti telah menghancurkan masa depan si Anak. Seorang anak sangat memerlukan kasih sayang dan perhatian, ini sangat penting agar pertumbuhannya berjalan optimal.

Kekerasan terhadap anak tidak hanya berupa serangan fisik, tapi juga berupa serangan verbal yang menyakiti psikis anak, bahkan termasuk penelantaran atau pengabaian hak anak.

Anak korban kekerasan akan mengalami luka emosional (hatinya terluka), ini jauh lebih parah dan mengerikan dibandingkan sekedar luka tubuh. Selain itu kekerasan pada anak yang terjadi berulang-ulang dapat menurunkan fungsi otaknya (kecerdasannya) secara drastis.

Kekerasan pada anak adalah hal yang serius, dampaknya bisa menyebabkan anak mengalami gangguan fisik dan mental, kualitas hidupnya pun menurun hingga mereka dewasa.

Dari dulu kita sudah sering melihat kejadian kekerasan terhadap anak, entah itu melihat di TV atau melihatnya secara langsung. Kekerasan terhadap anak adalah hal yang nyata dan benar-benar sering terjadi, bahkan jumlah kasusnya jauh lebih banyak daripada yang terlihat dipermukaan.

 Setiap anak berhak untuk mendapatkan kebahagiaan di dalam hidupnya Dampak Kekerasan Terhadap Anak Terasa Hingga Dewasa

Photo credit: stock.adobe.com/Photographee.eu

Sayangnya banyak masyarakat yang masih berpikiran bahwa kekerasan secara psikis bukanlah masalah serius karena dinilai tidak senyata kekerasan fisik. Padahal dampak kekerasan secara psikis bisa jauh lebih berbahaya.

Berikut berbagai dampak serius kekerasan terhadap anak:

Turunnya Kesehatan Mental Secara Drastis

Kekerasan yang menimpa anak menyebabkan trauma dan luka di hati. Walaupun masih kecil, anak bisa merasakannya dan akan terus merasakan hingga masa remaja dan masa setelahnya. Ia rentan mengalami stress, depresi dan masalah psikis secara umum, dampaknya akan sangat mengganggu di kehidupan sehari-hari, khususnya aktivitas sosial.

Anak merasa khawatir dalam bersosial karena trauma terhadap tindak kekerasan secara fisik maupun psikis yang menimpa dirinya. Alhasil anak lebih memilih untuk menyendiri, walau ia sebenarnya tidak suka untuk menyendiri, ia terpaksa untuk menyendiri.


Bahkan rasa trauma tersebut membuat anak sangat ketakukan terhadap suara keras, suara mesin ataupun pembicaraan bernada tinggi. Padahal anak-anak identik dengan masa keceriaan, tapi akibat kekerasan yang dialaminya membuatnya terlihat murung. Ia kesulitan untuk mengendalikan emosi dan jiwanya.

Anak juga tidak percaya diri dan kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya dengan benar, termasuk kesulitan dalam mengungkapkan kondisinya ke orang lain.

Sikap murung, rasa tidak percaya diri dan kesulitan untuk mengungkapkan perasaan, jika berlangsung dalam waktu lama menyebabkan anak mengalami masalah super serius yaitu depresi. Penderita depresi mengalami beberapa hal berat seperti:

  1. Kehilangan kemampuan untuk bisa merasa bahagia.
  2. Semangat jiwanya jatuh ke dalam titik terendah.
  3. Hatinya terasa hampa dan kosong.
  4. Tidak punya energi dan semangat untuk melakukan apapun.

Anak yang sering mengalami kekerasan rentan terkena depresi, rasa depresi ini memunculkan perasaan tidak berguna, jika perasaan ini terus berlanjut hingga bertahun-tahun menyebabkan hilangnya potensi dalam diri anak.

Anak yang sudah sampai tahap merasa dirinya tidak berguna, menyebabkan si Anak menjadi sosok pendiam, murung dan mengucilkan diri dari lingkungannya. Anak mengalami tekanan berat di dalam hatinya sehingga kesulitan untuk bisa bergaul dengan teman-teman sebayanya.

Kekerasan yang dialami anak menyebabkan hilangnya kepercayaan diri anak, dampaknya anak akan takut untuk melakukan sesuatu yang baru, takut untuk menghadapi tantangan bahkan takut secara tidak wajar.


Rasa takut dan trauma yang dirasakan anak menyebabkan perkembangannya terhambat, kemampuannya dalam memecahkan masalah dan berinisiatif benar-benar tidak berkembang.

Bahkan tidak jarang ada anak yang suka menyakiti dirinya sendiri. Seseorang yang mengalami rasa hampa di dalam hatinya cenderung melakukan tindakan self harming (menyakiti diri sendiri) seperti memukul-mukul diri sendiri hingga yang terparah melakukan percobaan bunuh diri.

Anak yang mengalami trauma berkepanjangan tidak bisa menikmati masa kecilnya, sekalipun si Anak sudah mendapatkan perawatan yang tepat. Anak yang pernah mengalami hal berat hingga hatinya terluka, rasa sakit psikis tersebut biasanya terus terasa disepanjang hidunya, tindakan yang mungkin dilakukan yaitu terapi untuk meringankan rasa sakit itu.

Rentan Terhadap Salah Pergaulan

Kekerasan yang dialami anak membuatnya cenderung melakukan kekerasan juga dan memiliki sifat kasar. Jika anak sering mendapatkan kekerasan hingga masa remajanya, ia akan rentan untuk tejatuh ke pergaulan yang salah seperti merokok, minum minuman keras, penggunaan obat-obatan terlarang dll.

Anak-anak korban kekerasan cenderung memiliki sifat agresif, itu karena anak meniru dari apa yang disaksikannya sehari-hari, selain itu sifat agresif dinggap anak sebagai cara untuk mempertahankan diri. Oleh karenanya tidak heran jika anak cenderung agresif.

Tidak jarang kita lihat anak korban kekerasan justru bisa berubah menjadi pelaku kekerasan. Itulah mengapa pentingnya anak-anak yang menjadi korban kekerasan perlu secepatnya mendapatkan pertolongan dan terapi khusus dari ahli.

Loading…


Sulit Mempercayai Orang Lain 

Anak korban kekerasan oleh orangtuanya maupun orang dewasa disekitarnya, menyebabkan dirinya kehilangan figur orang dewasa yang diharapkannya akan melindunginya. Anak menganggap tidak ada lagi yang bisa dipercaya, ia menjadi orang yang suka berpikiran negatif.

Saat anak disakiti oleh orang-orang disekitarnya, maka rasa percayanya pada orang lain akan terkikis sedikit demi sedikit, jika sudah terlalu sering maka rasa percayanya pada orang lain hilang sepenuhnya. Anak menjadi orang yang suka menyendiri, membeci semua orang dan kehilangan kemampuan bersosialisasi.

Orangtua yang sering melakukan kekerasan terhadap anak (entah itu secara fisik maupu psikis) mungkin belum melihat efek buruk perbuatannya saat ini, tapi efek buruknya akan terlihat secara perlahan seiring pertumbuhan usia anak.

Kecerdasan Anak Tidak Berkembang

Tindak kekerasan dapat menghambat proses tumbuh kembang anak, termasuk perkembangan otak, perkembangan kognitif berjalan statis. Efek kekerasan berdampak pada psikis anak yang dapat memengaruhi struktur dan perkembangan otak. Jika kekerasan berlangsung terus-terus menyebabkan penurunan fungsi otak, hal ini dapat terlihat dari prestasi akademik anak yang rendah hingga menurunnya kesehatan mental.

Seorang ahli menjelaskan bahwa kekerasan yang dilakukan orangtua dapat merusak atau menggugurkan pertumbuhan sel otak anak. Bahkan disebutkan satu bentakan (jenis kekerasan verbal) dapat membunuh lebih dari satu miliar sel otak anak usia balita. Satu pukulan atau cubitan disertai bentakan dapat membunuh bermiliar-miliar sel otak.


Sebaliknya, jika anak mendapatkan pelukan, kasih sayang dan pujian menjadikan rangkaian otak mereka akan terbentuk indah. Hal ini sangat penting, bahwa anak bisa mendapatkan kecerdasan optimal jika ia tidak mengalami gangguan saat usia emasnya tersebut sehingga perkembangan otaknya berjalan cepat tanpa hambatan.

Bahaya Kerusakan Otak

Kekerasan verbal dilakukan dalam bentuk ucapan seperti berbicara dengan nada tinggi, mengkritisi secara berlebihan, perkataan yang merendahkan, mengintimidasi dan semacamnya. Kekerasan verbal menyebabkan anak menjadi sosok yang agresif.

Tindakan kasar orangtua terhadap berpengaruh terhadap berbagai bagian di otak anak seperti hippocampus (bagian otak yang berfungsi dalam proses regulasi emosi, ingatan dll), frontal cortex (bagian otak bertanggungjawab dalam proses pengambilan keputusan) dan corpus callosum.

Pada sebuah penelitian, dengan menggunakan alat pemindaian otak MRI, membuktikan terjadinya perubahan struktur otak jika sering terpapar kekerasan verbal, dampaknya bahwa korban kekerasan verbal rentan terhadap masalah psikis seperti kecemasan dan depresi.

Gangguan Serius dalam Kehidupan Sehari-Hari

Anak korban kekerasan akan mengalami penurunan kemampuan konsentrasi. Rasa trauma tersebut membuat anak kesulitan untuk bisa fokus dan berkonsentrasi. Tekanan pikiran yang dialami anak berdampak buruk pada pola tidurnya. Banyak anak korban kekerasan yang mengalami kesulitan tidur, ini kembali ke masalah trauma yang dialaminya serta beban pikiran.


Anak-anak korban penganiayaan umumnya kehilangan rasa percaya dirinya, kesulitan dalam mengungkapkan perasaan yang sebenarnya serta mengalami gangguan emosi (kesulitan mengendalikan emosi), hal-hal seperti ini membuatnya kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Belum lagi penelitian menyebutkan bahwa trauma psikis bisa berdampak buruk terhadap kesehatan fisik, penurunan daya imun dan peningkatan resiko penyakit (seperti asma, penyakit jantung, stroke, obesitas).

Dengan begitu kekerasan yang dialami anak saat masa kecilnya berefek pada penurunan kualitas hidupnya di masa mendatang. Terkadang, anak-anak bahkan tidak menyadari bahwa apa yang sedang dialaminya adalah tindak kekerasan.

RANGKUMAN

Dampak buruk yang dialami anak korban kekerasan:

  1. Penurunan rasa percaya diri.
  2. Merasa inferior.
  3. Takut menghadapi tantangan atau hal-hal yang baru.
  4. Sudah tidur.
  5. Rasa cemas yang sulit hilang disepanjang hidup.
  6. Menarik diri dari kehidupan sosial (menyendiri).
  7. Merasa diri tidak berguna.
  8. Kehilangan rasa kebahagiaan.
  9. Kehilangan semangat hidup.
  10. Membenci banyak orang atau semua orang.
  11. Rasa trauma yang sulit hilang.
  12. Sulit fokus atau konsentrasi.
  13. Kesulitan dalam mengendalikan emosi.
  14. Gangguan makan, penurunan asupan gizi.
  15. Penurunan fungsi otak (kecerdasan).
  16. Rentan terkena depresi.
  17. Rentan terhadap salah pergaulan di masa mendatang.
  18. Masalah kesehatan fisik.
  19. Kecenderungan melukai diri sendiri, yang terburuk yaitu melakukan percobaan bunuh diri.
  20. Kecendrungan melukai orang lain (sifat agresif). Ada potensi korban kekerasan justru bisa berubah menjadi pelaku kekerasan.



Tren Baru Kekerasan Terhadap Anak

Di zaman sekarang, tren baru kekerasan terhadap anak mulai berevolusi, tidak lagi dalam bentuk kekeraan fisik, tapi trennya berubah yaitu menjadikan anak sebagai budak kepentingan. Entah disadari atau tidak oleh si Orangtua, mereka memanfaatkan anak untuk kepentingan dirinya.

Walaupun mungkin si Orangtua akan berdalih bahwa apa yang dilakukan untuk memberikan yang terbaik buat anak, hanya saja orangtua memberikan beban yang terlalu berat atau tidak wajar. Contohnya memasukan anak ke banyak bimbel, akhirnya anak berlarian dari satu bimbel ke bimbel lainnya, dampaknya anak kehilangan masa kecilnya untuk bermain dan bersenang-senang.

Dengan dalih demi masa depan anak, orangtua justru membuat anak kehilangan masa kecilnya. Orangtua memberikan tuntutan yang terlalu tinggi kepada anak.

Sungguh ironis, orangtua membanggakan anaknya di depan orang-orang tapi si anak sendiri babak belur, kehilangan dirinya dan masa kecilnya.

Penting Diketahui

Seringkali kekerasan dijadikan dalih sebagai bentuk mendisiplinkan anak. Padahal ada opsi yang lebih baik, yaitu orangtua melakukan agreement dengan anak, dimana anak diberikan pengertian tentang aturan-aturan yang perlu ditaati. Sehingga dengan komunikasi yang intens dan kesepakatan bersama, orangtua tidak perlu menggunakan cara kekerasan.

Mendidikan anak seharusnya dengan cara komunikasi yang baik dan diskusi secara terbuka. Berikan anak pemahaman tentang prilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan, kalau bisa beritahu juga alasannya.

Saat membuat peraturan orang tua harus konsisten, sehingga anak merasa respect dengan peraturan yang dibuat, orangtua juga tidak boleh melanggar aturan yang dibuatnya. Selain itu, jikapun ingin menghukum anak maka berikan hukuman yang mendidik, bukan hukuman atas dasar emosi.

Dan saat anak melakukan hal baik, orangtua wajib untuk memberikan reward atau apresiasi atas pencapaian anak.